MAKALAH
UNSUR-UNSUR
WACANA
Pengampu
: Mudarman, M. Pd.

Kelompok
IV
1.
Sofian
nazri
2.
Susmartina
3.
Sainingsih
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA (PBSI)
UNIVERSITAS
HAMZANWADI (FAKLULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN)
2016/2017
PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan kehendak-Nya lah
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Unsur-Unsur Wacana”, sebagai
tugas mata kuliah wacana Bahasa Indonesia.
Makalah ini disusun sebagai sarana pengembang kualitas pengetahuan tentang
wacana sebagai sub disiplin ilmu linguistik. Kami berharap makalah ini membantu
meningkatkan pemahaman dalam ranah linguistik secara umum, dan spesifiknya
wacana.
Kami menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami
senantiasa mengharapkan masukan atau kritik demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini bisa turut andil dalam mencerdaskan generasi muda
bangsa. Amiiin.
Pancor, 12 Oktober 2016
Penyusun
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ada banyak
perbedaan pendapat tentang kedudukan wacana dalam dunia linguistik. Beberapa
ahli menggolongkannya dalam kajian linguistik mikro, dan sebagian ahli lainnya
menggolongkan wacana dalam kajian lingistik makro. Lantas apa saja kiranya yang
dibahas dalam ilmu wacana?
Pengajaran
bahasa tentunya memiliki hierarki atau tingkatan disiplin ilmu yang dipelajari.
Tingkatan terebut adalah meliputi morfem – kalimat – paragraf – dan wacana.
Pada hierarki ini wacana menduduki tingkatan tertinggi bila dilihat dari segi
ukuran. Untuk mengenal wacana ini lebih dekat, maka perlu diketahui unsur apa
saja yang membangunnya sehingga menjadi unsur terlengkap dalam hierarki
kebahasaan.
Wacana merupakan
unsur terbesar dalam tataran linguistik. Jika ada orang yang mengatakan bahwa
kalimatlah yang memiliki kedudukan paling tinggi, maka dapat diluruskan dengan
penjelasan tentang unsur apa yang membangun wacana itu sendiri. Kalimat
merupakan bagian dari wacana, karena salah satu unsur yang mendukung sebuah
wacana adalah kalimat. Namun tidak menutup kemungkinan, bahwa wacana bisa saja
terdiri dari sebuah kata, dengan catatan memiliki nilai informasi yang valid. Bukti
bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak kita temukan kalimat
yang jika dipisah dari kalimat disekitarnya, maka kalimat tersebut menjadi
satuan yang tidak mandiri[1].
Wacana merupakan
wujud bahasa yang bersiafat komunikatif, interpretatif, dan kontekstual,
artinya pemakaian bahasa selalu mengandaikan secara dialogis dan kemampuan
memahami konteks terjadinya wacana. Konteks di sini mengacu pada interaksi
antara pengetahuan tentang bahasa dan pengetahuantentang dunia yang dimiliki
oleh pendengar atau pembaca. Dalam kehidupan sehari-hari sering terjadi
perbedaan pemahaman antara penutur dengan pendengar, hal ini disebabkan karena
apa yang disampaikan oleh penutur sering memiliki maksud yang lebih dari
sekedar makna kata itu sendiri. Contohnya.
Latar (di dalam
ruangan tertutup tak ber- AC)
A : di sini panas juga
ya.
B : oh iya pak, memang
panas di sini kalau siang hari
Perlu
kiranya kita memperhatikan unsur apa saja yang membangun wacana, agar tidak
terjadi perbedaan pemahaman yang disampaikan penulis atau penutur kepada
pembaca atau pendengar. Lebih jelasnya tentang unsur pembangun wacana akan
dijelaskan pada bab pembahasan.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pendeskripsian definisi wacana?
2. Apa
saja unsur pembangun wacana?
C. Tujuan
1. Mengetahui
deskripsi wacana.
2. Mengetahui
unsur pembangun wacana.
D. Manfaat
1. Untuk
penyusun
Pembuatan makalah ini diutamakan
sebagai tameng atas tugas yang diberikan dosen pengampu mata kuliah wacana
Bahasa Indonesia. Sealain itu makalah ini bermanfaat sebagai sarana penambah
ilmu tentang wacana bahasa indonesia.
2. Untuk
pembaca
Makalah ini juga berkontribusi
menghadirkan sedikit pembahasan tentang wacana meliputi deskripsi tentang
wacana itu sendiri dan terlebih lagi mengenai unsur wacana.
PEMBAHASAN
A. Deskripsi
Wacana
Pengertian
wacana sangat beragam, bergantung bagaimana pemanfaatanya dalam dunia
kebahasaan. Para ahlipun banyak berbeda pandangan tentang wacana ini, namun
pada dasarnya mengacu kepada maksud yang sama. Chaer menyatakan bahwa wacana
adalah satuanbahasa terlengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal terbesar[2].
Wacan tidak hanya terdiri dari bahasa lisan, namun bisa juga terdiri dalam
wujud tulisan, bahkan sampai pada karya sastra dan ilmiah.
Pendapat
lain tentang wacana dari Brown dan Yule, mereka meyebutkan bahwa wacana adalah
bahasa yang lengkap pada umumnya berbentuk teks yang valid yang disampaikan
secara lisan dan tulisan melalui kalimat yang berkaitan (koheren dan kohesi).
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat
konsep, gagasan, pikiran yang bisa difahami oleh pembaca dalam wacana tulis dan
pendengar dalam wacana lisan. Sebagai satuan gramatikal terbesar, seacra
otomatis wacana itu dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan
gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dalam
wacana dapat terpenuhi jika wacana tersebut memiliki sifat kekohesian, yaitu
danya keserasian hubungan antar unsur-unsur yang ada dalam wacana. Contoh :
Sofian dan Zulfikar
pergi memancing, dia ingin menangkap ikan kakap yang besar.
Wacana
di atas bisa dikatakan tidak memiliki kekohesifan, sebab kata ganti dia tidak jelas mengacu ke siapa, apakah itu tertuju kepada Sofian atau Zulfikar.
Seharusnya untuk melengkapi wacana tersebut harus menggunakan kata ganti mereka
Salah
satu sifat wacana yang lain adalah koheren. Perhatikan contoh berikut.
Di pancor susah sekali
mendapatkan air. (1) Rempung sekarang kian berkembang dengan pesat (2) Meja itu
sangat berat (3)
Jika dilihat dari susunan kalimat
di atas, maka itu bukan masuk ke dalam ranah wacana. Karena pada dasarnya
wacana menuntut kesesuan dalam komunikasi lisan dan tulisan. Oleh kerenanya
sifat koherensi atau keserasian kalimat yang saling membangun sangat dibutuhkan
dalam sebuah wacana.
Hanya
sebagai tambahan wawasan saja, perlu kiranya diketahui beberapa alat yang
menjadi bahan mentah pembuatan wacana diantaranya.
1. Konjungsi
Konjungsi
adalah alat untuk menghubungkan bagian-bagian kalimat bahkan paragraf dengan
paragraf. Wacana yang disertai dengan konjungsi akan lebih eksplisit (jelas)
dari wacana yang tidak menggunakan konjungsi.
2. Kata
ganti
Kata
ganti sangat diperlukan dalam mengefektivkan
sebuah wacana. Kata ganti dia, nya, mereka, ini dan itu bisa dijadikan
sebagai rujukan anaforis (pengulangan bunyi). Dengan menggunakan kata ganti sebagai
rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak akan perlu diulangi lagi.
3. Elipsis
Elipsis
yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama jika terdapat pada kalimat yang
lain. Penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat pada wacana. Contoh.
Teman saya yang duduk
di bangku itu namanya Suhaebatul, dia berasal dari Kembang kerang Aikmal. Yang
di ujung sana namanya Usi dari Lenek. Yang didepan kelas menggunakan jeans itu
namanya Zulfikri dari Sanggeng. Naah, kalau yang baju merah itu Wina dari
Pringgabaya.
Pembahasan di atas sudah
menjelaskan wacana dengan panjang lebar. Kenapa wacana dikatakan sebagai satuan
yang utuh dan lengkap adalah kerena dalam wacana terdapat satuan ide, pesan,
yang disampaikan secara utuh agar mudah dipahami oleh embaca dan pendengar
tanpa keraguan.
B. Unsur-unsur
Wacana
Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa wacana
adalah kesatuan makna semantis antar bagian dalam satu bangunan bahasa. Dengan
kesatuan makna, wacana dilihat sebagai satuan bahasa terutuh, karena setiap
bagian dalam wacana terhubung secara padu. Sebagai kesatuan yang abstrak,
wacana dibedakan dalam teks tulisan, bacaan, dan tuturan yang mengacu pada
makna yang sama yaitu wujud kongkrit yang bisa terlihat dan terasa. Pemahaman
terhdap wacana akan mampu memudahkan kita memahami bahasa secara lebih luas,
tidak hanya dari struktur formal saja, tapi dari aspek luar bahasa (konteks).
Wacana dalam
keseluruhannya memiliki dua unsur terpenting yang membangunnya, yaitu unsur
internal dan eksternal wacana. Unsur internal wacana terdiri atas satuan kata
atau kalimat. Yang dimaksud dengan satuan kata dan kalimat adalah tuturan yang
berwujud satu kata. Untuk menjadi susunan wacana yang lebih besar, susunan kata
atau kalimat itu harus saling berkaitan dan bersatu. Sedangkan unsur eksternal
wacana adalah bagian wacana yang tidak bersifat eksplisit, atau bisa dikatakan
sebagai satuan diluar konteks wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai pelengkap
keutuhan wacana, sehingga akan memiliki makna penuh yang diterima oleh pembaca
atau lawan tutur. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan berikut ini.
1. Unsur
Internal Wacana
Unsur internal wacana terdiri dari
satuan kata atau kalimat. Yang dimaksud dengan satuan kata adalah tuturan yang
berwujud satu kata, untuk menjadi satuan yang lebih besar, sehingga akan
menjadi bagian kalimat yang utuh. Ada beberapa unsur yang dikaji dalam unsur
internal wacana yaitu.
a. Kata
dan Kalimat
Jika
dilihat dalam struktur yang lebih besar, kata merupakan bagian dari kalimat,
karena katalah yang bersatu membentuk kesatuan sehingga menjadi sebuah kalimat
yang utuh. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan sebuah kalimat tidak terdiri
dari beberapa kata, kalimat satu kata ini harus merupakan pengungkapan atau
tuturan pendek yang memiliki esensi sebagai kalimat. Kalimat pendek seperti ini
sering terdapat pada dialog atau percakapan, karena pada situasi dan kondisi
tertentu, orang cenderung berkomunikasi dengan kalimat pendek. Contohnya
sebagai berikut.
Ketika Suhaeba pulang dari
kampus dan bertemu dengan Zulfikri.
Zulfikri : udah ke
mana?
Suhaeba : kampus.
Zulfikri : emang dosen
masuk?
Suhaeba : iya.
Kata atau kalimat yang
mengisi unsur wacana harus memiliki makna yang luas, informasi dan konteks yang
jelas untuk mendukung sebuah tuturan yang utuh. Pada dasarnya sebuah kata
dijadikan sebagai kalimat kerana ada unsur lain yang mendukungnya (informasi yang
utuh dan pemahaman lawan tutur). Kalimat di atas dapat dipahami pendengar atau
pembaca karena ada unsur lain, perhatikan ketika Zulfikri bertanya. Udah ke
mana? Kemudian dijawab oleh lawan tuturnya (kampus). Kata kampus ini sudah
memiliki potensi sebagai sebuah kalimat, karena makana yang terkandung di
dalamnya sudah utuh, sehingga dengan sendirinya penutur pertama (Zulfikri)
melontarkan pertanyaan kedua. Ada dosen? Dijawab lagi oleh lawan tutur (iya).
Hal tersebut memmbuktikan adanya pemahaman makna dan penerimaan informasi secara
utuh oleh pembaca atau pendengar. Sehingga tidak perlu lagi melakukan obrolan
yang panjang lebar, padahal hanya mengungkap sedikit informasi.
b. Teks
dan Konteks
Teks
merupakan hasil dari sebuah proses wacana. Pada proses itu, terdapat
nilai-nilai, ideologi, emosi, serta kepentingan lain dari seorang penulis
wacana. Dengan demikian, memahami makna suatu teks tidak cukup hanya dengan
pemahaman tentang logika teks itu sendiri, namun juga harus memahami tentang
konteks (keaadaan) yang menyertai teks atau tuturan tersebut. Jika salah dalam
menafsirkan konteksnya, maka pemahaman pesan dan makna akan terhambat.
Perpaduan teks dan konteks disebut disebut sebagai wacana. Sumarlam (2005 : 47)
menyatakan bahwa konteks wacana adalah aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara
eksternal melingkupi sebuah wacana. Konteks wacana terdiri dari berbagai unsur
seperti.
1) Latar
(Setting and Scene)
Setting lebih bersifa
fisik yang mengacu pada tempat dan waktu terjadinya percakapan. Sedangkan scene
(suasana) merupakan latar psikis yang lebih mengacu pada suasana psikologi yang
menyertai peritiwa tuturan. Hal tersebut bisa dilihat dari contoh berikut.
Waktu pukul tujuh
malam, desa Sanggeng sudah tampak sunyi seperti kuburan. Melihat hal itu, Zulfikri
segera menutup jendela dan pintu. Keesokan harinya dia terbangun pada pukul
enam, tak disangka jalanan sudah sangat sidesaki oleh banyak orang.
2) Peserta
(Participants)
Yaitu orang-orang yang
terlibat dalam komunikasi baik secara langsung maupun tidakm langsung. Dengan
kata lain, peserta adalah orang yang melakukan tuturan dengan orang lain,
sedangkan keduanya mendapatkan informasi sesuai dengan keinginannya.
3) Hasil
(Ends)
Yaitu meliputi tujuan
akhir dan tanggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur
4) Amanat
Amanat adalah pesan
berbentuk esai, iklan, pengumuman, pemberitahuan dan sebagainya yang ditujukan
kepada pendengar atau pembaca
5) Cara
(Key)
Mengacu pada konsep
pelaksanaan percakapan. Misalnya dengan cara bersemangat, santai, lemas dll.
6) Norma
(Norm)
Norma adalah aturan
prilaku peserta komunikasi. Misalnya diskusi yang cenderung bersifat satu arah,
atau pidato yang bersifat dua arah dan lain sebagainya.
Intinya, istilah teks
lebih dekat pemknaannya dengan bahasa tulis dan wacana bahasa lisan. Sedangkan
konteks adalah teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan
dengan teks lainnya. Sebagai tambahan saja, konteks terdiri dari empat macam
yaitu.
·
Konteks linguistik, yaitu meliputi
kalimat-kalimat dalam percakapan.
·
Konteks epitemis, yaitu latar belakang
pengetahuan sama yang dimiliki peserta
·
Konteks fisik, yaitu tempat kejadian
percakapan dan objek yang disajikan dalam percakapan
·
Konteks sosial, yaitu hubungan sosial
antara participants.
2. Unsur
Eksternal Wacana
Unsur eksternal
adalah sesutau yang menjadi bagian wacana, namun tidak nampak secara eksplisit.
Terdapat beberapa bagian unsur eksternal wacana, yaitu implikatur, presuposisi,
referensi, inferensi dan konteks.
1) Implikatur
Imlikatur adalah ujaran
yang menyiaratkan sesuatu yang berbeda dengan sebenarnya yang diucapkan. Sesutu
yang berbeda tersebut adalah maksud pembicara yang dikemukakan secara samar.
Dengan kata lain implikatur adalah keinginan hati yang tersembunyi. Contoh.
Boy : malam ini sungguh
indah.
Usi : iyaa. Indah
sekali.
Boy : akan tersa lebih
indah jika kita sudah terikat.
Usi : maksudmu?
Boy : oh tidak ada.
2) Presuposisi
Adalah perkiraan atau
anggapan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa, yang membuat bentuk
bahasa menjadi bermakna untuk pendengar atau pembaca. Contoh.
A : saya rasa kamu
orang pintar.
B : ah tidak juga.
A : tapi itu kelihatan
dari caramu belajar.
B : haha.. ada-ada
saja.
3) Referensi
Referensi adalah
hubungan kata atau benda yang dirujuknya. Referensi merupakan prilaku pembicara
atau penulis. Contoh
Bangku itu terbuat dari
kayu jati. Kayu jati merupakan salah satu bahan pembuatan bangku yang sangat
kuat dan tahan lama. Begitu juga harapan dan keinginan seseorang. Harus
layaknya sebuah kayu jati yang sukar dimakan waktu.
4) Inferensi
Inferensi berarti
kesimpulan. Dalam bidang wacana inferensi merupakan bagian akhir yang dilakukan
seseorang untuk mendapatkan informasi. Tanpa adanya inferensi, informasi yang
diterima oleh pembaca dan pendengar akan menjadi sia-sia.
5) Konteks
Konteks berarti yang
berkenaan dengan teks yang berarti benda-benda yang terlibat dalam wacana
tersebut. Menurut Brown dan Yule , konteks
adalah lingkungan (envirenment) atau keadaan (circumstances) tempat bahasa
digunakan.Contohnya dilingkungan kelas.
PENUTUP
A. Simpulan
Wacana
adalah kesatuan makna semantis dalam bagian kebahasaan. Dengan ketentuan makna,
wacana dilihat sebgai bangunan bahasa yang utuh karena hubungannya yang padu.
Unsur yang membangun wacana ada dua yaitu, unsur intrinsik meliputi (kata dan
kalimat. Teks dan konteks) serta unsur ekstrinsik yang meiliputi implikatur,
presuposisi, referensi, inferensi, dan konteks.
B. Saran
Makalah
ini sangat jauh dari kata sempurna, karena mengingat referensi yang kami
gunakan sangat terbatas. Untuk itu kami mengharapkan kerja sama dan amsukan
dari segala pihak dalam penyempurnaan pembahasan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Rineka cipta. Jakarta
Suhardi. 2012. Pengantar Linguistik Umum.Arruzmedia.
yogyakarta
Djajasudarma, Fatimah. 1994.
Wacana : Pemahaman dan Hubungan Antar
Unsur. Eresko. Bandung (E-book)
www.scibd.com/doc/14/2016/ kedudukam wacana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar